Oleh: A Fajar Yulianto
(Direktur YLBH Fajar Trilaksana)
HIRUK pikuk pasca Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Suratnya bernomor : 100.2.1.3/ 15551/ SJ. Tanggal 29 Maret 2024, pokok intinya perihal kewenangan Kepala Daersh yang melaksanakan Pilkada dalam Aspek Kepegawaian. Didalamnya tersurat penjelasan bahwa penetapan calon peserta pilkada yaitu 22 September 2024, sehingga larangan adanya mutasi di lingkungan pejabat 6 bulan sebelum penetapan tersebut. Artinya sejak 22 Maret 2024 larangan itu berlaku.
Jadi bagi Pejabat Negara, Pejabat Daerah sampai Kepala Desa dan Lurah dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan dalam pencalonan Pilkada.
Ini jelas sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Larangan mutasi ini berlaku 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI. Larangan mutasi tersebut tegas sebagaimana dimaksud Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Dan kemudian berdasarkan pasal 190 UU 10/2016 itilu, jika hal tersebut dilanggar maka ada ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000 (enam juta rupiah).
Bagaimana jika ada Pejabat Aparatur yang membuat dan melakukan mutasi pas di tanggal 22 Maret 2024 ? Kita jangan gegabah untuk melakukan “menggoreng” informasi menjadi konsumsi isu politik. Ketentuan larangan melakukan mutasi jabatan sejak tanggal 22 Maret 2024 tersebut, kita cek dan konfirmasi data sebenarnya Surat Keputusan itu dibuat oleh pejabat pada tanggal berapa ?. Dan apakah sudah ada izin dari kementerian apa belum ?.
Kemudian perlunya menyatukan difinisi dari kata “pergantian” sebuah jabatan dalam kepegawaian itu batasannya sejak Surat Keputusan itu di buat atau saat dilakukan Pelantikan. Jika parameter dan difinisi sebuah Pergantian itu dari saat pelantikan maka jelas Mutasi (22 Maret 2024) tersebut sudah berdasar hukum seharusnya segera di batalkan.
Semisal Mutasi dibatalkan, maka terang akan menuai banyak kekecewaan bagi para pegawai yang secara eselonisasi mengalami kenaikan dan akhirnya batal, sehingga bisa jadi akan berpotensi besar Bupati / Pejabat Aparatur Negara akan di PTUN kan oleh para pegawainya yang merasa kecewa terhadap dianulirnya keputusan kenaikan tersebut. (*/yad)