Tradisi Ramadan di Bukit Giri dengan Kuliner Khas Ketupat Ketheg.
GRESIK,1minute.id – Maleman Salawe.atau Malam 24 Ramadan di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Tahun ini, Malam 25 Ramadan bertepatan pada 24 Maret 2025. Tradisi Maleman Ramadan yang juga ditunggu warga Kota Santri-sebutan lain-Kabupaten Gresik.
Bila malem 23 Ramadan ada Sanggring Kolak Ayam di Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Tradisi Sanggring Kolak Ayam, kuliner langka sejak Kanjeng Sunan Dalem, anak Sunan Giri ini memasuki 5 abad. Sanggring Kolak Ayam, kuliner yang dimasak hanya setahun sekali. Kokinya semuanya laki-laki.
Nah, malem Salawe Ramadan di puncak Bukit Giri ada kuliner khas yang patut dibawa pulang untuk oleh-oleh yakni Ketupat Ketheg. Ribuan jemaah tumplek-blek ke Sunan Giri. Sebab, memasuki fase sepuluh hari ketiga yakni 10 hari terakhir Ramadan ada banyak keutamaan dengan melakukan iktikaf, shalat malam, membaca Al Quran, zikir, dan bersedekah serta memperbanyak doa lainnya untuk meraih malam kemuliaan yakni Lailatul Qadar di Masjid dan Makam Sunan Giri, Waliyullah di Bukit Giri.
Jalan Sunan Giri mulai simpang empat Kebomas mulai Senin, 24 Maret 2025 pukul 16.00 WIB di tutup untuk semua kendaraan bermotor, roda 2 maupun roda 4. Jemaah harus jalan kaki sejauh lebih kurang 2 kilometer. Jalannya menanjak. Sepanjang jalan itu, ratusan pedagang membuka lapak untuk berjualan.
Ada yang berjualan kuliner, mainan anak-anak hingga pakaian untuk persiapan Idul Fitri. Sepanjang jalan riuh, bagai pasar malam. Sesak lautan manusia. Sementara di kompleks masjid dan makam Sunan Giri juga nyaris sama. Ribuan orang silih berganti datang untuk ngalap berkah. Salat, berzikir dan berdoa.
Pemerintah kabupaten atau Pemkab Gresik menggelar live streaming Malam Salawe Munajat 1.000 Al Ikhlas. Acara dimulai salat Isya, tarawih lalu dilanjutkan bermunajat pembacaan 1.000 Surat Al Ikhlas di Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri. Bupati dan Wakil Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani-Asluchul Alif dijadwalkan hadir langsung.
Ketupat Ketheg

Pada malem Selawe di Bukit Giri, memiliki kuliner khas yakni ketupat ketheg. Kurang afdal bila malam selawe tidak mencicipi atau membawa oleh-oleh kuliner khas Giri itu. Apalagi, jajanan khas itu, mudah ditemukan. Biasanya penjual kuliner khas Giri membuka lapak mereka mulai tangga menuju masjid Sunan Giri. Atau pusat kuliner yang berada di dekat masjid Sunan Giri dengan makam Sunan Giri. Harganya pun terjangkau.
Ketupat ketheg ini, rasanya gurih, asin bila disantap parutan kelapa. Ada juga yang makan dengan diolesi gula aren. Heemmmm lezat. Bagi para penjual Ketupat ketheg malam selawe momentum yang paling ditunggu. Karena ribuan jemaah bagai air terus mengalir ke masjid dan makam Sunan Giri. Mulai sore hari hingga badal Subuh, keesokan harinya. Sholihah, salah satu penjual Ketupat ketheg menceritakan setiap malem selawe jajanan laris manis. “Bagi kami dan.pedagang lainnya malam selawe momentum yang paling ditunggu karena puncak tamu yang datang ke Sunan Giri untuk ngalap berkah. Berharap malam seribu bulan,” katanya.
Bahan Langka, Ketupat Ketheg Nyaris Punah
Seorang pedagang ketupat ketheg menceritakan, beberapa tahun terakhir pedagang kesulitan untuk mendapatkan bahan utama pembuatan ketupat ketheg. Bahan utama itu, adalah air endapan minyak mentah, masyarakat setempat menyebutnya, air lanthung. Sebelum tahun 2000-an, air lanthung mudah didapatkan. Karena sumur minyak tua peninggalan Belanda banyak ditemukan di halaman rumah atau lahan milik warga, antara lain, di Desa Sekarkurung, Kecamatan Kebomas.
Seiring berjalan waktu, keberadaan sumur minyak tua peninggalan Belanda itu telah ditutup oleh pemerintah setempat, sehingga warga sekitar mengambil air ketheg di wilayah Gunung Anyar. Penjual Ketupat ketheg tetap memburu air lanthung adalah salah satu bahan utama dalam mengolah ketheg. “Air lanthung yang bisa memberikan rasa gurih dan asin di setiap irisan makanan ketupat ketheg itu,” kata seorang penjual Ketupat ketheg.
Selain memberikan sensasi rasa gurih dan asin yang alami, air lanthung atau endapan minyak mentah yang berwarna kehijau kehitaman itu juga merubah warna bungkus ketupat dari bahan dasar daun gebang menjadi agak kuning keemasan dan mengkilat sehingga terlihat khas. “Bungkus ketupat ketheg ini berbeda dengan ketupat pada umumnya,” tegasnya. Solikhah, menjelaskan proses membuat ketupat ketheg sama seperti membuat ketupat pada umumnya, yakni perlu disiapkan anyaman berbentuk ketupat, kemudian direndam di dalam air sumur ketheg.
Isi dari kupat ketheg bukan berasal dari beras biasa, melainkan beras ketan yang dicuci menggunakan sumur ketheg hingga beberapa kali. Proses pencucian menggunakan air ketheg tidak bisa langsung dilakukan, karena air yang baru diambil dari sumur minyak tua kondisinya masih keruh sehingga perlu diendapkan selama tujuh hari, agar menjadi jernih dan terlihat bersih saat digunakan untuk memasak.
“Dari air inilah ada rasa khas makanan ini, dan yang membedakan dengan menu ketupat biasa yang disajikan dengan opor ayam. Dan menu ketupat ini mampu bertahan hingga lebih dari 15 hari lamanya meski tanpa bahan pengawet kimiawi,” ucapnya.Penasaran ayo ngalap berkah Maleman Salawe nang Sunan Giri. (chusnul cahyadi/1minute.id)