Oleh : Audina Absari *
KASUS bullying yang terjadi akhir-akhir ini sangat menghawatirkan. Tidak hanya dikalangan orang dewasa, tetapi sudah masuk pada ranah remaja. Menurut Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) menyatakan bahwa bullying adalah sebagai suatu bentuk kekerasan fisik dan psikologis berjangka Panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya.
Kebiasaan pengeroyokan sebagai bentuk main hakim sendiri dalam menyelesaikan pertikaian atau konflik juga tampak sangat kuat di kalangan pelajar. Salah satu jenis bullying yang sering kali dilakukan yaitu bullying verbal. Bullying verbal yang sering terjadi di kalangan remaja saat ini menjadi fenomena sosial yang sangat meresahkan.
Bullying verbal adalah suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh suatu individu kepada individu tertentu dengan menggunakan kata-kata kasar, ancaman, celaan, ataupun ejekan secara sengaja dan berulang. Hal ini menyebabkan kebanyakan dari korban bullying verbal cenderung mengalami dampak psikologis dan perlu adanya penanganan yang serius kepada korban agar korban tidak mengalami trauma yang akan menyebabkan terjadinya hal yang tidak diinginkan kedepannya.
Perlu sekali adanya arahan-arahan baik nantinya yang akan merubah sikap remaja tersebut. Pentingnya pendidikan yang diberikan oleh para guru yang ada di sekolah, karena sekolah merupakan ladang ilmu bagi siswa sebagai tempat belajar.
Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Akan tetapi, terkadang sekolah menjadi tempat yang menakutkan bagi peserta didik disebabkan karena penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh temannya sendiri yaitu tindakan bullying.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2021), bullying tidak juga hanya dilakukan dengan kekerasan, melainkan bisa juga dilakukan dengan mengejek, memaki, menghakimi dan menggosipi orang lain. Beberapa korban bullying memiliki karakter yang berbeda dengan yang lainnya, seperti selalu cemas, tidak percaya diri, dan memiliki kemampuan bersosialisasi yang kurang.
Siswa mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dalam lingkungan yang aman dan bebas dari rasa takut. Pengelola Sekolah dan pihak lain yang bertanggung jawab dalam penyelengaraan pendidikan mempunyai tugas untuk melindungi siswa dari intimidasi, penyerangan, kekerasan atau gangguan. Tindakan bullying mengakibatkan konsentrasi siswa berkurang, kehilangan percaya diri, stres dan sakit hati, trauma berkepanjangan, membalas bullying, merasa tidak berguna, kasar dan dendam, berbohong dan takut kesekolah.
Menurut Komnas HAM menyatakan bahwa bullying adalah sebagai suatu bentuk kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya. Kebiasaan pengeroyokan sebagai bentuk main hakim sendiri dalam menyelesaikan pertikaian atau konflik juga tampak sangat kuat di kalangan pelajar.
Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Oktober 2023, kasus kekerasan terhadap anak adalah sebanyak 1.478 kasus, dengan rincian kasus terbanyak adalah anak korban kejahatan seksual sebanyak 615 kasus, anak korban kekerasan fisik/psikis sebanyak 303 kasus, anak berkonflik hukum sebanyak 126 kasus, dan anak korban eksploitasi ekonomi/seksual sebanyak 55 kasus.
Sedangkan sepanjang Januari sampai dengan Desember 2022, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatatkan jumlah perempuan korban kekerasan yang melaporkan kasusnya dan ditangani adalah sebesar 32.687 dengan rincian 25.053 korban.
Bullying verbal pada remaja rata-rata dialami dalam bentuk cemooh yang dilontarkan oleh temannya. Pelaku yang melakukan tindakan bullying ini mungkin saja hanya menganggap hal itu sepele hanya untuk bercanda dan bersenang-senang saja. Tetapi bagi korban yang menerima perlakuan ini tidak bisa dijadikan candaan.
Karena setiap orang memiliki pemikiran yang tidak sama dan kondisi mental yang berbeda-beda pula. Hal ini bisa saja menimbulkan dampak yang serius bagi korban.
Dengan cemoohan yang diterimanya itu, korban akan susah untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan menjadi orang yang cenderung pendiam. Korban akan merasa selalu salah saat melakukan sesuatu. Sehingga hal tersebut akan menjadi beban pikiran bagi korban.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan tindakan bullying verbal :
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang yang menyebabkan tindakan bullying itu bisa terjadi. Lingkungan keluarga yang buruk misalnya orang tua yang sering bertengkar dan melakukan tindakan agresif didepan anak akan mendorong anak mereka untuk melakukan tindakan bullying kepada orang-orang yang ada disekitarnya.
Selain itu, adanya komunikasi atau hubungan yang buruk antara orang tua dan anak juga menjadi faktor perlakuan bullying dapat terjadi. Hal tersebut dikarenakan anak akan merasa kurang kasih sayang yang didapat dari orang tuanya sehingga dia akan menjadi anak yang selalu ingin diperhatikan dan ingin dimengerti oleh orang yang ada disekitarnya, dan jika keinginaannya itu tidak diperhatiakan/ tidak dituruti, maka anak tersebut bisa saja melakukan tindakan bullying tersebut.
2. Pengaruh Teman Sebaya
Adanya mengaruh dari teman sebaya menjadi faktor yang sering kali terjadi kepada seseorang untuk melakukan tindakan bullying. Dorongan atau ajakan dari teman sebaya terutama teman yang tidak baik menjadikan seseorang tersebut berani karena mereka merasa kuat yang tentunya akan membentuk suatu kelompok, dimana mereka akan bersama-sama merasa berkuasa pada suatu lingkungan. Tentunya mereka bisa saja melakukan tindakan bullying kepada teman yang dianggap posisinya dibawah mereka.
3. Pengalaman Kekerasan
Dengan adaya riwayat/ pengalaman kekerasan yang pernah dirasakan oleh seseorang akan menjadikan orang tersebut melakukan tindakan bullying kepada orang lainnya karena dia merasa orang lain harus merasakan apa yang dia rasakan juga. (*)
Artikel Ditulis Oleh :
Audina Absari, Mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi.