Pergaulan Bebas Pada Remaja

Oleh : Nerina Khulud*

MASA remaja merupakan periode yang sangat vital, penuh tantangan, dan rawan, karena jika seseorang tidak melewati masa remajanya dengan baik, dapat berakibat pada kesulitan dalam perjalanan hidup di masa yang akan datang.

Sebaliknya, apabila masa remaja dijalani dengan penuh prestasi, melibatkan kegiatan yang produktif dan berhasil, sebagai persiapan untuk tahapan kehidupan selanjutnya, maka ada peluang besar untuk meraih kesuksesan dalam perjalanan hidupnya. 

Pada fase ini, emosi remaja seringkali tidak stabil dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Untuk itu, keberadaan dukungan dan arahan dari orang tua menjadi sangat esensial agar mereka dapat melalui fase pencarian identitas dengan orientasi yang lebih positif. 

Secara lebih luas, pergaulan bebas juga dapat dijelaskan sebagai tindakan perbuatan yang melanggar norma-norma sosial dan syariat. Di Indonesia, nilai dan norma-norma ini didasarkan pada budaya, suku, agama, dan jenis gender, yang membatasi perilaku dan sikap sesuai dengan norma aturan yang berlaku dalam kehidupan disekitar atau sosial. 

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwan pada tahun 2018, pergaulan bebas dapat disebut sebagai tindakan interaksi antarindividu atau antarkelompok yang melampaui batasan-batasan yang diharapkan, kewajiban, prasyarat, aturan, dan hati nurani.

Pergaulan bebas pun dapat diinterpretasikan  dengan suatu tindakan menyeleweng yang kerap kali berseberangan norma-norma syariat maupun norma kesopanan. Pergaulan bebas seringkali dikaitkan dengan aktivitas ‘‘dugem‘‘ (Dunia Gemerlap), yang secara umum dikenal sebagai tempat di mana penggunaan narkoba sering terjadi. Fenomena ini juga sering terkait dengan praktik seks bebas, yang dapat menyebabkan penyebaran HIV/AIDS. 

Pada periode ini, peran orang tua memiliki signifikansi yang besar dalam upaya mencegah anak-anak dari terlibat dalam lingkungan sosial yang tidak positif. Periode remaja menandai transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan, di mana individu secara aktif mengeksplorasi dan mencari identitas diri, seringkali mengikuti perilaku orang yang mereka kagumi, mengikuti tren terkini, dan dipengaruhi oleh apa yang mereka alami sehari-hari. 

Oleh karena itu, bagi dosen/guru, orang tua, dan kawasan sekitar kita memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengaruh positif dalam kehidupan mereka. Dengan memberikan dukungan yang positif, kita dapat membantu mereka menjadi remaja yang bisa menjadi kebanggaan orang tua, bahkan menjadi generasi bangsa yang unggul, dengan dampak positif yang berkelanjutan dalam kehidupan mereka di masa depan.

Remaja mengakui bahwa tujuan utama mereka dalam mencari hiburan adalah untuk mengatasi stres, meredakan kecemasan, dan menghilangkan perasaan yang mengganggu ketenangan batin mereka. Ini menunjukkan bahwa kegiatan hiburan menjadi cara mereka untuk mencari keseimbangan dan ketenangan di tengah-tengah tekanan dan tuntutan kehidupan sehari-hari. 

Berbagai elemen yang dapat memicu pergaulan bebas pada remaja, sebagaimana ditegaskan oleh Anwar, Martunis, Fajriani (2019), melibatkan sejumlah faktor.

Redupnya taraf pendidikan dalam lingkungan keluarga, adanya keadaan keluarga yang terpecah (broken home), situasi ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan, kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai agama, penyalahgunaan internet, pengaruh dari lingkungan sekitar, kurangnya kontrol diri, dan gaya hidup, merupakan elemen-elemen utama yang mampu memicu pergaulan bebas di tengah remaja. 

Semua faktor ini memiliki keterkaitan yang erat dan dapat memberikan sumbangan terhadap munculnya perilaku pergaulan bebas pada remaja.

A. Faktor Internal

Faktor internal merupakan elemen yang timbul dari dorongan dan aspirasi individu itu sendiri. Kepribadian seseorang dapat dipengaruhi oleh beragam faktor, menekankan pentingnya pembentukan karakter, watak, dan pendidikan karakter.

1) Aspek perkembangan alat seksual (biologis)

Modifikasi pada organ seksual (biologis) menjadi salah satu petunjuk perubahan pada remaja yang dapat diamati secara eksternal, sehingga transformasi ini dapat terlihat secara visual oleh orang lain.

Konsep ini sejalan dengan pandangan Purwoko yang menekankan bahwa perilaku menyimpang pada remaja dapat dipengaruhi oleh kualitas pribadi remaja, masuk kepada ketidakseimbangan dalam perkembangan emosional, hambatan dalam pembentukan hati nurani, dan kekurangan dalam mengelola waktu luang.

2) Aspek Motivasi Fase Remaja

Merupakan segmen waktu di mana suatu individu menghadapi realitas kehidupan dan mengalami transisi dari fase anak-anak menuju remaja, yang kemudian berlanjut hingga kedewasaan.

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah elemen yang berasal dari lingkungan eksternal individu dan memiliki potensi mendorong remaja untuk terlibat dalam pergaulan bebas. Dua aspek yang memengaruhi hal ini melibatkan:

1) Aspek Keluarga

Komunikasi dalam lingkup keluarga sangatlah penting, terutama antara orang tua dan anak remaja. Melalui komunikasi, orang tua dapat memahami keinginan dan harapan anak remaja, menciptakan saling pengertian, serta memberikan dukungan dalam menghadapi berbagai persoalan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk membuka jalur komunikasi dengan anak remaja agar dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan.

2) Aspek Pergaulan Bagi remaja

Adanya sahabat memiliki peran yang sangat penting dan kerap dianggap sebagai suatu kebutuhan esensial. Dorongan untuk membina hubungan persahabatan dan membentuk kelompok teman sebaya bisa diartikan sebagai usaha untuk tidak sepenuhnya tergantung pada orang dewasa atau sebagai bentuk interaksi sosial yang dinamis. Jika remaja terlibat dalam kelompok teman sebaya yang berpengaruh buruk, hal tersebut dapat mendorong mereka keperilaku yang tidak diinginkan. 

Media massa, melibatkan tv, koran, telepon genggam, dan web internet, sering kali diartikan secara keliru oleh kelompok remaja dalam rutinitas keseharian mereka pergaulan remaja pada masa kini menimbulkan keprihatinan, terutama dengan meningkatnya pergaulan bebas yang berpengaruh pada perilaku hubungan seks bebas. (*)

Artikel Ditulis Oleh :

Nerina Khulud, Mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Antropologi