Kehidupan Di Era Globalisasi

Pendahuluan

DARI banyaknya kalangan, yang paling banyak mengikuti arus globalisasi adalah kalangan remaja dan generasi Z. Prensky (2001) mengemukakan bahwa Generasi Z adalah kelompok yang tumbuh sebagai digital native, sangat akrab dengan penggunaan teknologi, seolah-olah telah menjadi bagian bawaan sejak lahir. 

Generasi Z menunjukkan sifat-sifat  inovatif, terbiasa terhadap teknologi, konservatif, dan memiliki kemampuan yang bertanggung jawab, sehingga mereka tidak pernah terlepas dari keterkaitan dengan internet. 

Perbedaan yang paling mencolok dalam karakteristik generasi X, Y, dan Z termanifestasi pada penguasaan mereka terhadap informasi dan teknologi. 

Generasi Z, yang lahir di era di mana akses internet telah menjadi unsur kultural global, memandang informasi dan teknologi sebagai bagian esensial dari kehidupan mereka. Krisis moral dan identitas yang masih berlanjut hingga saat ini tak dapat dilepaskan dari praktik kekuasaan pada masa lampau yang mengabaikan pentingnya pengembangan moralitas dan karakter bangsa secara holistik. 

Contoh dari krisis moral dan identitas itu sendiri dapat di lihat dari banyaknya pelajar–pelajar di Indonesia yang melakukan tawuran, balapan liar, mabuk–mabukan dan kurangnya rasa toleransi sesama hingga mereka melakukan tindakan kriminal seperti mereka melakukan bullying, mencuri bahkan tidak sedikit dari mereka sampai melakukan tindakan pembunuhan. 

Oleh karena itu, implementasi pendidikan karakter sebagai langkah untuk membentuk  karakteristik dan identitas menjadi suatu keharusan yang perlu diadopsi di tengah dinamika globalisasi. 

Anak-anak usia sekolah, yang sering disebut sebagai generasi ‘‘kids zaman now,‘‘ yang lahir dan tumbuh di tengah suatu era globalisasi, memerlukan pendekatan yang lebih mendalam dalam pengelolaannya. 

Hal ini disebabkan oleh kemudahan generasi ini dalam menerima pengaruh dari teman sebaya dan lingkungan sekitar, ditambah dengan keterbukaan informasi yang tidak terbatas di era ini. Oleh karena itu, tidak tepat apabila pola asuh yang diterapkan hanya mengikuti tradisi turun temurun dari orang tua.

Pentingnya bagi konselor atau guru BK untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkan baik hardware maupun software yang digunakan dalam pelaksanaan konseling daring. 

Oleh karena itu, diharapkan konselor memiliki pemahaman yang komprehensif, nilai-nilai yang sesuai, dan sikap yang menjadi pedoman dalam menangani konseli yang menghadapi berbagai isu terkait dengan dampak teknologi informasi. 

Tidak hanya itu kita juga perlu diupayakan Pemantapan Karakter Generasi Milenial melalui Pembinaan Karakter untuk Mengantisipasi Dampak Era Globalisasi. 

Supaya menyiapkan generasi muda yang milenial untuk menghadapi perubahan global, langkah serius dari pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan ukuran sektor pendidikan sangat krusial, agar hasilnya dapat terasa dan bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negeri. 

Kesiapan yang disiapkan negara bagi generasi milenial menghadang dan menjamak era globalisasi dapat dilakukan melalui pelaksanaan program pendidikan karakter yang terstruktur dan terukur.

Pembahasan 

Banyak sekali anak muda yang putus sekolah akibat dari beberapa dampak yang mereka alami, namun dengan adanya kemajuan teknologi ini membuat anak muda semakin mudah dalam mengakses berbagai macam informasi. Salah satu aspek positifnya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang menjadi kunci daya saing di era globalisasi ini. 

Melalui akses lebih luas terhadap informasi, teknologi, dan budaya dari berbagai belahan dunia, manusia dapat mengasah keterampilan, pengetahuan, dan wawasan mereka secara lebih holistik. 

Dengan demikian, individu dapat lebih siap dan mampu beradaptasi serta bersaing dalam dunia yang terus berubah ini. Di sisi positif, globalisasi mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memungkinkan pertukaran pengetahuan dan keahlian yang mendukung daya saing di era global. 

Namun, tidak dapat diabaikan bahwa dampak negatif juga muncul seiring dengan interaksi dan arus globalisasi yang pesat. Dalam sektor pendidikan, globalisasi bisa memberikan akses lebih luas terhadap informasi dan metode pembelajaran baru, tetapi sekaligus menimbulkan tantangan terkait keberlanjutan budaya lokal dan identitas nasional. 

Dalam dimensi sosial dan budaya, interaksi lintas budaya dapat memperkaya keragaman, namun juga menimbulkan ketidakpastian dan pergeseran nilai-nilai tradisional. 

Transportasi yang semakin terhubung dan perkembangan teknologi informasi memberikan kemudahan akses, namun juga membawa tantangan terhadap privasi dan keamanan data. 

Terakhir, dalam konteks pertahanan dan keamanan, globalisasi dapat meningkatkan kerjasama untuk mengatasi tantangan bersama, tetapi juga membawa risiko terhadap stabilitas global.

Oleh karena itu, manajemen dampak globalisasi menjadi kunci untuk memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh dapat diseimbangkan dengan risiko yang muncul.

Globalisasi juga memberikan dampak positif di bidang agama dengan meningkatnya pemahaman dan kualitas beribadah. Oleh karena itu, manajemen dampak globalisasi yang cermat menjadi kunci untuk memastikan bahwa manfaat yang dihasilkan dapat dirasakan secara adil dan berkelanjutan.

Dampak negatif globalisasi mencakup peningkatan ketergantungan terhadap perusahaan multinasional, yang dapat memunculkan kesenjangan sosial dalam sektor ekonomi. 

Selain itu, fenomena peniruan budaya atau gaya hidup dari negara lain, bahkan jika tidak sesuai dengan norma lokal, dapat menimbulkan ketidakharmonisan di masyarakat dalam konteks sosial dan budaya. 

Peningkatan jumlah kecelakaan, terutama disebabkan oleh penggunaan yang lebih banyak dari alat transportasi, menjadi salah satu dampak negatif dalam sektor transportasi. 

Peningkatan tuntutan masyarakat terhadap pemerintah, bahkan dengan cara yang anarkis, dapat mengancam stabilitas negara dalam konteks pertahanan dan keamanan. Kemajuan yang dicapai oleh para pemuda dalam mendukung pembangunan negara menjadi suatu harapan yang besar. 

Dalam konteks memperkuat dan mengukuhkan progres era globalisasi, generasi muda perlu membangun dan mengasah jiwa kepemimpinan mereka agar dapat menghadapi dinamika yang terus berkembang. 

“Oleh karena itu, pembangunan kepemimpinan yang kokoh di kalangan generasi muda menjadi suatu keharusan dalam menyongsong perubahan globalisasi yang kompleks.”

Sebagai penerus bangsa, generasi muda diharapkan dapat merealisasikan cita-cita dan tujuan negara dengan menjadi agen perubahan dan agen pengawasan sosial, menjaga kestabilan dan kemajuan masyarakat. 

Untuk menjaga ketahanan dalam perubahan zaman, generasi muda perlu dibina agar dapat mempertahankan jiwa kepemimpinan, kecerdasan, semangat, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan. Generasi muda masa kini, terdampak oleh gelombang globalisasi, tampaknya menghadapi dampak negatif, termasuk kesulitan memfilter budaya yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. 

Saat ini, jarang terlihat generasi muda menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, bahkan ada yang acuh tak acuh terhadap aturan yang terkandung di dalamnya. Di tengah kemajuan era ini, Pancasila nampaknya kehilangan peran sebagai landasan bertindak dalam berbagai aspek kehidupan.

Fakta ini menandakan bahwa remaja membutuhkan upaya serius untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai fondasi dalam mencari identitas diri. Pancasila, sebagai ideologi, memegang peranan strategis dalam membangun kesejahteraan bangsa Indonesia. 

Menghadapi perubahan zaman, perlunya kembali mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pilar utama untuk memandu perilaku dan pengambilan keputusan dalam bingkai nilai kebangsaan. (*)

Artikel Ditulis Oleh :

Andhini Hanza Azzahra, Mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya, Fakultas: Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Jurusan : Antropologi